Rabu, 24 September 2008

Paradigma Berpikir Filsafat Timur dari Masa ke Masa

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa atas pertolongan dan penyertaan-Nya dalam kehidupan penulis sehingga mampu untuk menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.Dalam sebagian besar dari sejarahnya filsafat selalu membahas tentang problem sehari-hari atau situasi manusiawi. Filsafat sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Filsafat memberikan pandangan padangan kepada setiap orang untuk dapat menganalisah setiap hal yang dihadapi, untuk memperoleh jalan keluar, memberikan pencerahan pada setiap masalah. Hal yang perlu diingat bahwa filsafat hanyalah kemampuan manusia untuk mengembangkan pola berpikir dan yang menguasai segalanya hanyalah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi.Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak dosen yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menulis makalah ini. Penulis juga mengharapkan kritik, saran yang membangun guna penyempurnaan penulisan makalah ini. Kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi yang setiap pembaca. Tuhan Memberkati.
Jakarta, Mei 2008

Penulis

MAKALAH FILSAFAT TIMUR
Disusun untuk memenuhi persyaratan akademik Matakuliah Pengantar Filsafat Timur Nama
Mahasiswa : Ludwi Kodidi
NIM : 0711803
Dosen : Pdt. Drs. Jerry Rumahlatu, D.Th.

INSTITUT FILSAFAT THEOLOGI DAN KEPEMIMPINAN JAFFRAY JAKARTA2008
[1] Franz Magnis-Suseno. Berfilsafat dari Konteks. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, tahun 1992. hlm.7
[2]Putu Setia. Suara Kaum Muda Hindu. Jakarta: Yayasan Dharma Nusantara. 1993 hlm. 40-44[3] Robert C. Zaehner. Kebijaksanaan dari Timur. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Tahun 1993. hlm.208


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada segala zaman masyarakat mengharapkan kepemimpinan rohani dan para pemimpin agama-agama. Masyarakat berasumsi bahwa dengan kepemimpinan rohani bantuan berupa masukan bagi masyarakat atau kelompok masyarakat dalam mencari orientasi dapat terwujud.
Berhadapan dengan tantangan-tantangan yang membingungkan itu umat mengharapkan orientasi dari pimpinan umat mereka dengan baik apabila dalam situasi ini memberikan kepemimpinan spiritual dan intelektual. Disinilah filsafat masuk.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu memberikan penjelasan tentang paradigma berpikir filsafat timur dan pengaruhnya dalam kehidupan yang perkembangan dari masa ke masa.

C. Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan makalah ini adalah secara literatur yaitu penulis mengumpulkan data dari kepustakaan sebagai bahan acuan dalam penulisan makalah ini.

D. Batasan Penulisan
Pembahasan tentang filsafat Timur sangatlah luas untuk itu penulis tidak akan membahas secara keseluruhan tetapi membatasi permasalahan dengan membahas tentang paradigma berpikir dari filsafat Timur dari segi ajaran agama/kepercayaan yang ada di wilayah Timur.





BAB II
TEORI DASAR TENTANG FILSAFAT TIMUR


A. Pengertian Filsafat
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.
Frans Magnis-Suseno menulis dalam bukunya Berfilsafat dari Konteks mendefinisikan: Filsafat adalah disiplin ilmiah yang bertugas untuk membuat seseorang dapat memahami implikasi-implikasi dari segala gejala yang setiap hari membanjiri seseorang, agar dapat menilai, mengritik, menemukan jarak dan mengambil sikap terhadapnya[1]
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problema falsafi pula. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi daripada arti dan berlakunya kepercayaan manusia pada sisi yang paling dasar dan universal. Studi ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk ini, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada dialog. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal ini membuat filasafat sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu bisa dikatakan banyak menunjukkan segi eksakta, tidak seperti yang diduga banyak orang.

B. Klasifikasi filsafat
Di seluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan yang sama dan membangun tradisi filsafat, menanggapi dan meneruskan banyak karya-karya sesama mereka. Oleh karena itu filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan budaya. Pada dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur Tengah”.
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Filsafat Timur Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf: Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
Filsafat Timur Tengah ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filsuf dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam (dan juga beberapa orang Yahudi!), yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah: Avicenna(Ibnu Sina), Ibnu Tufail, dan Averroes.
Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang menujukkan pertanyaan yang sama, menanggapi dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah bisa dibagi menjadi Filsafat Barat, Filsafat Timur dan Filsafat Timur Tengah. Sementara latar belakang agama dibagi menjadi Filsafat Islam. Filsafat Budha, Filsafat Hindu, dan Filsafat Kristen.
Filsafat Timur Adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia. Khususnya di India, Tiongkok dan Daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayannya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di abad pertengahan, tetapi di dunia barat filsafat ‘An sich’ masih lebih menonjol dari pada agama. Nama-nama beberapa filsuf timur antara lain: Siddarta Gautama/Budha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
Filsafat Islam bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila memang disebut ada beberapa nama Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah, dalam filsafat Islam tentu seluruhnya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan.'
Filsafat Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya. Tak heran, filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas, Santo Bonaventura, dsb.
Filsafat, terutama Filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.


BAB III
PARADIGMA BERPIKIR FILSAFAT TIMUR DARI MASA KE MASA

Pada Bab II penulis telah memaparkan tentang klasifikasi tentang filsafat. Dimana filsafat itu sendiri adalah suatu pandangan yang sulit untuk didefinisikan walaupun secara harafiah arti dari kata filsafat itu adalah pencinta kebijaksanaan, namun jika dikaitkan dengan ilmu filsafat sendiri akan muncul berbagai pendapat tentang arti filsafat itu sendiri.

A. Paradigma Berpikir Agama-Agama Timur
Sepanjang sejarah dunia belum pernah terjadi satu waktu di mana hubungan antara Timur dan Barat menjadi perhatian yang kuat dan langsung bagi seluruh manusia. Untuk pertama kali dalam sejarah tertulis, sains modern dan teknologi telah menciptakan contoh yang universal tentang peradaban. Manusia hidup dalam masyarakat dunia yang memerlukan pemahaman terhadap kebenaran. Terdapat perbedaan-perbedaan besar antara agama-agama dunia. Bagi ratusan juga manusia di Asia.

B. Paradigma berpikir Hinduisme
Hinduisme merupakan kata parsi untuk India. Hinduisme sebenarnya merupakan suatu Hellenisme maupun suatu Judaisme. Maksudnya baik sebagai suatu cara hidup maupun suatu sistem sosial dan religius yang tersusun rapi. Tetapi lain dari Judaisme yang hakekatnya adalah kesetiaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang berpribadi, transenden dan suci, yang mewahyukan dirinya dalam sejarah dan bertindak dalam sejarah, hinduisme cukup bebas dari ketentuan-ketentuan dogmatis berkenaan dengan hakikat Tuhan dan inti agama-agama tak pernah dirasakan sebagai bergantung pada ada tidaknya Tuhan atau, pada adanya entah hanya satu Tuhan atau lebih, sebab tetap terbuka kemungkinan untuk menjadi seorang Hindu yang baik, entah pandangan pribadinya cenderung kearah monisme, monotheisme, polytheisme atau bahkan atheisme.
Ruang Lingkup ajaran agama Hindu adalah dharma. Dharma meliputi satya, rta, diksa, tapa, brahma dan yajna. Satya, artinya kebenaran, kejujuran. Rta, artinya hukum abadi, hukum alam semesta. Diksa artinya penyucian atau inisiasi. Tapa, adalah pengekangan diri dalam usaha mencari sesuatu yang besar dan mulia. Brahman, berarti doa. Yajna, adalah upacara persembahan dalam bentuk korban suci.[2] Ketika inggris memasuki panggung India pada abad ke delapan belas, mereka melihat anak benua itu secara politis tercabik-cabik dan keagamaannya terbelah dua. Wilayah Barat laut dalam beberapa abad telah menjadi muslim. Akan tetapi orang-orang muslim juga tersebar di seluruh bagian India lainnya. Sebagai reaksi terhadap kesuksesan muslim, Hinduisme menjadi sadar diri. Dominansi muslim di India tidak mempunyai pengaruh sama sekali terhadap cara hidup orang Hindu.
Robert C. Zaehner dalam bukunya Kebijaksanaan dari Timur menulis ungkapan Gandhi tentang Tuhan: “Bagiku Tuhan adalah Kebenaran dan Cinta; Tuhan adalah etika dan moral; Tuhan adalah ketidak-takutan; Tuhan adalah sumber dari cahaya dan kehidupan, namun sekaligus di atas dan di luar semuanya ini. Tuhan adalah kesadaran Moral.[3]

* Nilai-Nilai Pokok dalam Hinduisme
Ada empat nilai pokok dalam Hinduisme yaitu: (1) Artha (kekayaan), (2) Kama (kelezatan), dua nilai tersebut adalah nilai keduniawian. (3) Dharma (kewajiban atau kesalehan). Dharma mencakup sesungguhan, kejujuran, tidak menyakiti orang lain, kebersihan menguasai panca indra, cinta, kesabaran, dan lain-lain. (4) Moksha (pencerahan atau kebebasan dari keterbatasan dan ketidaksempurnaan). Ini adalah nilai yang intrinsik dan kekal dan merupakan ideal spiritual yang tinggi. Moksha memberi kebebasan dari roda (putaran) eksistensi. Menurut Hinduisme tak ada jiwa yang dihukum selama-lamanya. Hukum karma, hukum menanam dan mengetam menentukan bantuk yang akan diterimanya dalam eksistensinya yang baru. Ini adalah hukum sebab dan akibat dalam kehidupan manusia.
Teori karma dan lahir kembali menentukan kedudukan seseorang dalam sistem kasta tradisional dimana terdapat empat kasta besar dan beberapa kasta kecil atau bagian-bagian. Sistem kasta telah mendapat serangan pada beberapa dasawarsa terakhir dan banyak tokoh pemimpin Hinduisme yang minta perhatian kepada penyalahgunaan sistem kasta, bahkan telah mengambil langkah untuk menghilangkannya.
Konsep tentang empat ashramas atau tahap-tahap kehidupan individual mengaitkan maksud pembebasan kepada kebutuhan dan kewajiban kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Kewajiban seseorang ditentukan oleh tahap kehidupannya.
C. Paradigma berpikir Budhisme
Filsafat Budhis memiliki banyak persamaan dengan filsafat Hindu, akan tetapi juga berbeda secara radikal dalam beberapa hal. Isi pokok filsafat Budha terdapat dalam empat Kebenaran yang Mulia. Pertama, terdapat fakta tentang adanya penderitaan. Ketidak-bahagiaan antara sakit selalu menyertai kelahiran, keadaan sakit dan ketidak-berhasilan untuk memuaskan keinginan, perpisahan dengan teman-teman, dan orang yang dicintai, usia lanjut dan kematian. Walaupun orang yang sangat jujur tidak dapat mengelakkan diri dari usia lanjut dan kematian. Kebenaran mulia yang kedua mengungkapkan sebab penderitaan. Penderitaan disebabkan oleh keinginan-keinginan kepentingan diri sendiri. tanba, yang arti harfiahnya adalah kehausan.
Kebenaran mulia yang ketiga adalah bahwa pembebasan diri adalah mungkin. Keinginan dapat dihilangkan atau dihapuskan. Hambatan utama itu adalah kebodohan. Manusia tentang watak yang sesungguhnya dari jiwa serta rantai sebab akibat. Kebodohan manusia manusia mendorongnya untuk menginginkan benda-benda yang tidak membawa kebahagiaan yang sesungguhnya dan keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi membawa kepada lingkaran kelahiran dan kematian. Jika seseorang dapat mencapai pencerahan roda kehidupan akan berhenti berputar dan ia akan mencapai nirwana.
Kebenaran mulia yang keempat adalah bahwa terdapat jalan ke luar, melalui delapan jalan mulia. Pengetahuan yang benar tentang watak jiwa seseorang adalah sarana untuk menghilangkan kejahatan dan penderitaan.


* Perpecahan dalam Budhisme
Walaupun Budhisme muncul dan berkembang di India selama lebih dari seribu tahun, sekarang hanya ditemukan di beberapa negara Asia. Dalam perkembangannya, Budhisme meninggalkan asalnya dan terpecah menjadi dua cabang yang masing-masing mempunyai ranting. Cabang pertama adalah Theravada atau Hinayana (Kendaraan kecil) atau Budhisme Pali yang dijumpai di Srilangka, Birma, Thailand dan Tibet. Hinayana adalah filsafat individualisme dan konservatif untuk lari dari penderitaan. Buddha digambarkan sebagai guru besar yang mengajar jalan yang benar. Ia tidak dianggap sebagai inkarnasi dari prinsip kosmos atau kekuatan. Theravada Budhisme suatu gerakan di mana pendeta mempunyai kedudukan penting sekarang menjelma menjadi gerakan ornag awam dan menunjukan vitalitas yang benar.
Cabang kedua adalah Mahayana (kendaraan besar). Mahayana Budhisme adalah filsafat yang lebih longgar dengan pandangan yang universal dan menekankan kebaikan kebijaksanaan dan cinta. Tanpa mengurangi pengerahan pribadi serta kebebasan dari ilusi, terdapat tekanan yang lebih besar untuk cinta kepada segala makhluk hidup. Sebagai contoh Bodhisattva adalah seorang seperti Budha; setelah mendapat pencerahan ia menolak masuk nirwana agar dapat meneruskan berbakti kepada umat manusia. Jika hinayana Budhisme menggambarkan Budha sebagai manusia dan menekankan pencerahan individual, pada Mahayana Budhisme, Budha dianggap sebagai prinsip transedental yang abadi ata zat yang mutlak membebaskan seluruh manusia.

D. Confucius dan Lao-tzu
Peradaban Cina telah tua ketika peradaban Barat sedang dalam proses terbentuknya. Pada kira-kira abad ke-6 SM, Confucius dan Lao-Tzu berusaha untuk menata kebijaksanaan waktu itu dalam suatu sistem yang lebih teratur. Kedua orang tersebut hidup dalam zaman gejolak dan kekacauan dan mereka berusaha untuk mengembalikan keamanan dan keharmonisan antara manusia dan manusia, serta manusia dan alam. Lao-tzu mengajarkan bahwa dibelakang segala wujud ada Tao (jalan) yang impersonal. Tao adalah cara alam ini bekerja; Tao adalah realitas yang immanen dalam alam manusia. Confucius meninjau kembali dan mengatur pendapat-pendapat lama. Ia adalah seorang guru dan administrator yang pandai, dengan kemampuan yang praktis, lebih mementingkan membantu rakyatnya hidup baik daripada membicarakan soal-soal yang spekulatif. Ajaran Confucius dikuatkan oleh Mencius (Men-tzu) seorang filosof Cina yang hidup satu abad kemudian. Selama 25 abad, ideal budi pekerti Cina, yang disebut Confucianisme berpengaruh dalam perkembangan peradaban Cina. Dengan didirikannya Republik Rakyat Cina pada tahun 1949 oleh Mao Tse-tung, adat kebiasaan masyarakat Cina telah diubah secara radikal.
Dalam filsafat Cina, tekanan diberikan kepada watak yang dinamis dan berubah dari proses dimana kita hidup. Ini mirip dengan proses dalam filsafat Barat. Dari pemikiran Cina masa dulu kita mewarisi konsep Yang dan Yin. Yang adalah kekuatan positif yang merupakan fakta kreatif dalam hidup. Yin adalah faktor yang lebih pasif dan reseptif. Melalui instruksi dari dua kekuatan ini, proses alamiah berjalan. Filsafat Cina tradisional membentuk sistem realisme etika di mana manusia menduduki tempat yang tinggi dalam alam. Confucianisme memperhatikan hubungan pribadi dan sosial, sedangkan Taoisme memupuk rasa bersatu dengan susunan alam.

E. Sistem Nilai Orang Jepang
Sistem nilai Jepang bermula dalam masyarakat kesukuan yang primitif. Ukuran dan nilai didasarkan atas rasa hormat terhadap otoritas di luar diri sendiri, dan hal tersebut menjamin fungsi masyarakat. Di Jepang sejak akhir perang dunia II terdapat gerakan besar yang menuju kepada masyarakat kapitalis seperti di Eropa Barat dan Amerika. Konsep-konsep yang penting untuk memahami nilai-nilai Jepang adalah Shinto dan kode samurai.


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat merupakan suatu pola/cara berpikir untuk menganalisa sesuatu secara bijaksana untuk mewujudkan suatu penyelesaian persoalan secara kritis.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problema falsafi pula. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi daripada arti dan berlakunya kepercayaan manusia pada sisi yang paling dasar dan universal. Manusia hidup dalam masyarakat dunia yang memerlukan pemahaman terhadap kebenaran. Terdapat perbedaan-perbedaan besar antara agama-agama dunia. Ada empat nilai pokok dalam Hinduisme yaitu: (1) Artha (kekayaan), (2) Kama (kelezatan), (3) Dharma (kewajiban atau kesalehan). (4) Moksha (pencerahan atau kebebasan dari keterbatasan dan ketidaksempurnaan).
Isi pokok filsafat Budha terdapat dalam empat Kebenaran yang Mulia. Pertama, terdapat fakta tentang adanya penderitaan. Kedua, mengungkapkan sebab penderitaan. Ketiga, adalah bahwa pembebasan diri adalah mungkin. Keempat, adalah bahwa terdapat jalan ke luar, melalui delapan jalan mulia.
Sistem nilai Jepang bermula dalam masyarakat kesukuan yang primitif. Ukuran dan nilai didasarkan atas rasa hormat terhadap otoritas di luar diri sendiri, dan hal tersebut menjamin fungsi masyarakat. Filsafat Cina tradisional membentuk sistem realisme etika di mana manusia menduduki tempat yang tinggi dalam alam. Confucianisme memperhatikan hubungan pribadi dan sosial, sedangkan Taoisme memupuk rasa bersatu dengan susunan alam.

B. Saran
Dalam kehidupan semua orang membutuhkan kebijksanaan untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Untuk itu diperlukan kemampuan intelektual untuk dapat menentukan keputusan yang tepat dalam menyelesaikan masalah. Sebagai umat Kristen yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus Sebagai Juru Selamat kita memiliki dasar kepercayaan yang teguh dan dapat dipertahankan dan dibuktikan dalam iman kita. Untuk itu walaupun kita memiliki kemampuan untuk berpikir secara bijaksana, pandanglah bahwa itu adalah karunia Allah untuk dipergunakan demi hormat dan kemuliaan bagi Nama Tuhan.


DAFTAR PUSTAKA

Magnis, Franz -Suseno.
1992 Berfilsafat dari Konteks, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

Rasjidi, H. M., Dr. Prof.
1984 Persoalan-Persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang
Setia, Putu
1993 Suara Kaum Muda Hindu, Jakarta: Yayasan Dharma Nusantara.

Zaehner, Robert C.,
1993 Kebijaksanaan dari Timur, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

Tidak ada komentar: